Penyelesaian kasus penganiayaan yang menimpa buruh Indonesia di luar negeri dinilai lambat, dipetieskan, lalu akhirnya dilupakan. Tak banyak hasil yang diperoleh lewat proses hukum yang berkeadilan.
Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah di Jakarta, Jumat 7 Januari 2011. "Sebagian besar proses hukum di Malaysia menyangkut soal buruh tak beres, dan tak memihak warga negara kita yang bekerja di sana," ujar dia. Berdasarkan penelusuran Migrant Care, proses hukum yang beres tak sampai 40 persen.
Anis lantas mendaftar sejumlah kasus buruh yang dinilai lembaga swadaya masyarakat ini tak beres. Misalnya, kasus Ceriyati binti Dapin, seorang tenaga kerja Indonesia asal Brebes, Jawa Tengah, yang nekat kabur melalui jendela dari tempat majikannya di lantai 15 Apartemen Tamarind, Sentul, Kuala Lumpur, Malaysia pada 2007. Dia kemudian ditolong regu pemadam kebakaran.
Alasan Ceriyati melakukan aksi nekat itu sama seperti yang sering terdengar dari para tenaga kerja Indonesia sebelumnya. Ia disiksa majikannya, selain lima bulan bekerja tidak menerima gaji sepeser pun. "Tapi hingga kini, kasusnya belum disidangkan. Itu empat tahun lalu," kata Anis.
Kemudian ada kasus Narsih yang harus meregang nyawa karena disiksa majikannya. "Juli 2010, pengadilan di sana justru memvonis bebas pelaku," jelasnya. Sebelumnya Pemerintah melalui Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi menegaskan komitmen dan prioritas bagi perlindungan hukum bagi TKI sesuai norma hukum yang berlaku di negara setempat. "Pemerintah sering abaikan laporan. Kalaupun ditanggapi, seriusnya minggu pertama, kemudian amnesia," ujar Wahyu, Analis Kebijakan Publik Migrant Care.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar