Teratai di Taman Nasional Bukit Tigapuluh
Foto Selengkapnya
Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) merupakan salah satu taman nasional yang ada di Riau. Taman Nasional Bukit Tigapuluh berada di dekat perbatasan antara Riau dan Jambi. Taman nasional ini merupakan obyek wisata Riau terakhir yang kami kunjungi. Terdapat bermacam-macam keanekaragaman hayati flora dan fauna di sini. Selain keanekaragaman flora dan fauna seperti macan sumatera, bunga raflesia, di sini juga terdapat wisata air terjun, dan juga suku asli pedalaman dan suku talang mamak, yang merupakan suku asli Taman Nasional Bukit Tigapuluh.Walaupun menyimpan banyak obyek wisata, kami merasakan Taman Nasional Bukit Tigapuluh ini masih memiliki banyak keterbatasan, terutama keterbatasan akses. Jalan menuju bukit Tigapuluh ini bisa dibilang sangat minim. kami sempat masuk beberapa kilometer dengan menggunakan mobil. Namun, dikarenakan jalan yang rusak kami kembali lagi. Lalu, kami meminta diantar oleh masyarakat sekitar dengan menyewa motor mereka.
Karena keterbatasan akses tadi, bahkan banyak masyarakat sekitar yang belum pernah sama sekali datang ke dalam bukit Tigapuluh tadi. Ketika kami meminta diantar, kebanyakan mereka mengatakan tidak tahu bagaimana kondisi di dalam. Hal ini sangat memprihatinkan. Sebagai masyarakat sekitar, seharusnya mereka sadar akan potensi wisata dari bukit Tigapuluh ini.
Setelah bernego, kami sepakat menyewa 2 motor seharga Rp 100.000 selama 2 jam untuk masuk ke dalam bukit Tigapuluh lebih jauh lagi. Perjalanan kami ditemani 1 orang penduduk di sekitar taman nasional.
Di sana kami bertemu dengan salah satu reporter acara televisi yang juga ingin mempublikasikan keindahan bukit Tigapuluh ini. Mereka juga sependapat dengan kami bahwa akses ke sini memang sangat sulit. Namun, di bukit tigapuluh ini menyimpan banyak objek wisata. Di taman nasional ini juga terdapat menara untuk meneroppong burung. Jika pemerintah serius, sebenarnya TNBT ini bisa dikembangkan menjadi ekowisata, yaitu pariwisata berwawasan lingkungan.
Di perjalanan pulang, kami bertemu salah seorang suku asli Talang Mamak bernama pak Sakai dan sempat mengobrol. Ia agak sulit berbahasa Indonesia. Untung saja orang penduduk asli sekitar bisa mengerti bahasanya. Cerita Pak Sakai menambah gambaran kami mengenai perkembangan taman nasional ini. Ingin tahu ceritanya? Baca artikel rekan saya, Putri, yang berjudul "Pak Sakai, Potret Suku Talang Mamak dalam Kesendirian", http://aci.detik.com/read/2010/10/06/224227/1457508/1001/pak-sakai-potret-suku-talang-mamak-dalam-kesendirian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar